Cari tulisan berdasar topik

Wednesday, July 14, 2021

Wednesday, July 7, 2021



Kita pernah mendengar istilah esai populer dan esai ilmiah, termasuk istilah ilmiah-populer.

Lalu apa maksudnya? Apakah populer diartikan terkenal seperti layaknya selebritis? Nah, mari kita ulas.

Ruang Publikasi

Sebelumnya kita sudah membahas jenis esai berdasar isinya. Itu juga berkaitan dengan di mana esai tersebut dipublikasikan.

Misalnya, di media massa. Media massa adalah suatu media yang bisa diakses atau diperuntukkan untuk masyarakat secara umum, sehingga gaya bahasanya harus bisa dipahami oleh semua orang. Inilah yang disebut populer itu.

Populer artinya bisa dibaca dan dipahami oleh semua kalangan. Dari sini kita bisa memahami jika yang dimaksud populer itu adalah penggunaan gaya bahasa yang umum di masyarakat.

Hal itu akan berbeda jika dipublikasikan khusus di perguruan tinggi, wabilkhusus lagi di fakultas atau jurusan tertentu.

Sebagai contoh, dalam jurusan psikologi misalnya seseorang menuliskan teori Sigmund Freud dan menggunakan istilah Id, Ego dan Super ego. Praktis yang bisa memahami istilah itu hanya mahasiswa psikologi.

Ketika disampaikan secara populer perlu ada padanan, atau setidaknya penjelasan.

Dalam lingkungan akademik juga biasanya banyak istilah asing seperti fluktuasi, dekonstruksi, transformasi dan sebagainya yang umumnya kita sebut istilah-istilah ilmiah.

Artinya, esai ilmiah punya gaya bahasa yang bersifat disipliner yaitu penggunaan istilah khusus untuk kalangan tertentu, dalam hal ini di lingkup akademik.

Ukuran Ilmiah Lainnya

Ilmiah tidak hanya dilihat dari gaya bahasa, namun juga isi. Sifat ilmiah sekurangnya ada 3 : logis, argumentatif dan terukur.

Lebih mudahnya seperti ini, sebagai contoh:

Besok Andi ada acara di Malang kota pukul 10.00, ia bilang ke Eka akan berangkat dari Blitar pukul 09.00 dan berharap bisa datang tepat waktu.

Eka pun mengkritik Andi, tidak mungkin Blitar Malang bisa ditempuh 1 jam.

Eka menjelaskan bahwa jarak Blitar kota ke Malang kota itu lebih dari 80 km, dengan fakta jalanan naik turun berkelok, banyak lampu lalu lintas dan belum lagi volume kendaraan yang mungkin saja macet.

Eka memprediksi butuh waktu paling cepat 2 jam untuk sampai ke Malang kota dan menyarankan Andi untuk berangkat pukul 07.00 agar tidak terlambat.

Cara berpikir Eka sangat ilmiah karena mempertimbang jarak, fakta-fakta dan mencoba memberikan solusi yang terukur. Selain itu juga logis.

Itu salah satu contoh sifat ilmiah, termasuk dalam penulisan esai ilmiah juga harus mempertimbangkan sifat keilmiahannya.

Esai ilmah-populer

Beberapa media massa menyaratkan opini ditulis dalam bentuk esai ilmiah-populer.

Ada sifat ilmiahnya namun dikemas dengan bahasa populer. Meski kadang-kadang masih ada satu dua istilah asing yang tak mungkin diganti atau dicari padanannya.

Maka jangan heran jika kebanyakan penulis opini di media massa adalah akademisi mulai dari dosen, mahasiswa, atau minimal orang-orang dengan predikat atau gelar akademik tertentu.

---
Itulah sedikit ulasan tentang esai populer, ilmiah dan ilmiah-populer. Semoga bermanfaat.

Ahmad Fahrizal Aziz
Mentor esai Komunitas Penulis Blitar
Pendiri DapurEsai


Sebelum membahas soal 5 jenis esai berdasar isinya, atau 5 jenis karya tulis yang sering ditulis dalam bentuk esai, ada baiknya kita sedikit membahas sekilas perbedaan esai dan bentuk tulisan lainnya.

Silahkan simak keterangan di bawah :


Esai adaah bentuk tulisan disamping cerpen, puisi dan berita. Keempatnya punya bentuk yang berbeda.

Dalam masing-masing bentuk tulisan ada jenis-jenisnya. Sehingga, bentuk dan jenis itu dua hal berbeda.

Esai masuk kategori prosa, yang awalnya adalah karangan bebas. Meski begitu, minimal ditulis dalam 250 kata hingga 750 kata.

Selama ini, setidaknya ada 5 jenis karya tulis yang biasa ditulis dalam bentuk esai, yang kemudian kita klasifikan menjadi jenis-jenis esai. Apa saja?


1. Pendapat/Opini

Kita biasa menyebutnya opini. Biasanya kita temui di rubrik koran atau majalah.

Opini ditulis dalam bentuk esai dengan panjang sekitar 700 kata. Opini menyajikan pandangan dari penulisnya, biasanya disertai argumentasi berupa data dan fakta akurat (ilmiah).

2. Refleksi

Menulis buku harian salah satu bentuk refleksi. Biasanya ditulis dalam bentuk esai. Isinya meliputi perjalan hidup, hal apa yang sudah dilakukan, pencapaian apa yang telah diraih hingga planning kedepan mau apa?

Biasanya juga, para pemberi beasiswa menantang para pendaftar untuk membuat esai yang tujuannya adalah, seberapa mampu si pendaftar membaca dirinya sendiri, melihat perjalanan hidupnya, serta visi kedepan apa yang ingin ia capai sehingga penting untuk mendapatkan beasiswa pendidikan ini?

3. Obituari

Seperti yang kita bahas soal definisi esai di KBBI sebelumnya, esai memberikan ruang subyektif pada penulisnya. Salah satunya menuliskan menuliskan Obituari.

Obituari adalah catatan untuk mengenang orang yang sudah meninggal dari sisi pengalaman interaksi dirinya, baik interaksi langsung atau tak langsung dengan almarhum/ah.

Jadi saat menulis Obituari cukup menuliskan sosok almarhum/ah dari pandangan pribadi kita, bukan secara umum atau berdasar pandangan orang lain.

4. Kesan

Kesan adalah hal yang sangat subyektif. Saat orang bertanya, apa kesan kamu? Mereka murni ingin tahu apa yang kamu rasakan.

Begitulah misal ketika kita baru mengunjungi suatu tempat, bertemu orang, hingga mengalami suatu peristiwa tertentu, pasti ada kesan yang muncul.

Biasanya orang menuliskan kesan mereka dalam bentuk esai.

5. Review

Kita baru saja selesai pelajaran, kuliah, ceramah keagamaan atau mendengar pidato.

Lalu kita ingin membuat review sejauh mana kita menangkapnya. Review pasti ditulis dalam bentuk esai. Biasanya antara 250-300 kata.

Review ditulis dengan gaya bahasa sendiri, bukan stenograf dari apa yang kita dengar alis menyalin kalimat per kalimat dari ucapan yang kita dengar.

Karena menggunakan gaya bahasa sendiri maka review telah menjadi esai.

Itulah 5 jenis karya tulis yang sering ditulis dalam bentuk esai. Semoga bermanfaat.

Tuesday, September 25, 2018

Secara umum tulisan hanya dibagi dalam dua bentuk : puisi dan prosa.
Puisi itu yang pendek, padat, dan tersirat. Sementara prosa lebih panjang, sampai membentuk paragraf dan berlembar-lembar jumlahnya.

Meskipun belakangan ada juga puisi yang panjang menyerupai prosa, namun itu faktor lain.
Jika dilihat dari bentuknya, maka setiap tulisan yang panjang-panjang, masuk kategori prosa, entah itu cerpen, esai, berita, resensi dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana dengan penjelasan fiksi dan non fiksi?

Fiksi sering digunakan untuk kategori tulisan yang tidak berdasar fakta, alias imajinasi, fantasi, atau rekaan. Berkebalikan dengan non fiksi. Umumnya esai dan berita masuk non fiksi.

Pada pengertian di atas, seharusnya istilah fiksi atau non fiksi tidak digunakan untuk membedakan bentuk tulisan.

Misalkan, cerpen masuk kategori fiksi. Apakah selalu? Bisa saja cerpen itu diangkat dari kisah nyata. Tidak ada yang imajinatif disitu, apalagi fantasi. Begitu pun dengan puisi, atau novel-novel yang diangkat dari kisah nyata.

Dalam pengertian ini, fiksi dan non fiksi memiliki kelemahan jika digunakan untuk membagi tulisan berdasar bentuknya.

Lalu bagaimana jika ada orang menulis berita lalu isinya ngarang semua? Meskipin semua unsurnya terpenuhi, 5W+1H, tetapi peristiwa aslinya tidak ada.

Sehingga istilah fiksi dan non fiksi lebih tepat untuk membagi kategori tulisan berdasar isi/kontennya.

Bentuk-bentuk tulisan di era kini

Bentuk tulisan seringkali cukup mengganggu bagi mereka yang mulai belajar menulis. Seringkali saya sendiri harus menjelaskan dulu, dan sebenarnya itu tidak baik, karena justru bisa malah membingungkan.

Ibaratnya, montir bengkel yang disuruh membenahi kerusakan motor, tetapi motor yang mau dibenahi tidak ada, tetapi harus mengira-ngira apa kerusakannya.

Kebingungan itu makin diperparah karena banyaknya orang menulis bebas di sosial media. Bahkan seringkali yang melakukan itu adalah editor senior koran harian.

Sosial media menerabas batas formal aturan-aturan tersebut, dan celakanya mereka yang baru belajar menulis menjadikannya sebagai rujukan, bukan koran, majalah, atau media online yang masih cukup ketat menerapkan aturan kepenulisan.

Masalahnya pula, justru gaya penulisan bebas itu yang banyak diminati. Sebut saja tulisan-tulisan di Mojok.co. Sementara tulisan-tulisan yang formal dan prosedurnya ketat, dianggap monoton dan membosankan.

Membedakan Bentuk

Saya membagi pengertian antara "jenis tulisan" dan "bentuk tulisan". Fiksi dan non fiksi itu jenis tulisan. Sementara puisi, esai, berita, cerpen, resensi, itu bentuk tulisan.

Kenapa harus menyebutnya bentuk? Karena ada perbedaan dalam cara penulisan, unsur-unsur di dalamnya, konten, dan lain sebagainya yang bisa kita cari perbedaannya. Sehingga nantinya mudah menganalisis.

Bentuk tulisan, dalam analisis saya sejauh ini hanya empat : puisi, cerpen, esai, dan berita.
Dari keempatnya, yang paling mudah dibedakan adalah puisi. Jadi siapapun tahu bahwa tulisan yang dibaca adalah puisi, tanpa perlu menganalisis.

Cirinya, bahasanya lebih padat, tidak langsung menyampaikan maksud aslinya, kalimatnya bersayap, penuh majas, dan beberapa mengedepankan unsur estetika bahasa.

Begitupun dengan cerpen. Meski dari gaya bahasa, kadang ada juga esai yang mirip cerpen, atau berita yang mirip cerpen. Ada, namanya news feature.

Meski demikian, sangat mudah untuk menganalisis apakah itu cerpen atau bukan, karena cerpen wajib memiliki unsur intrinsik seperti tokoh, dialog, plot/alur, setting waktu dan tempat.

Esai dan berita tidak memiliki unsur di atas. Diantara keduanya, berita sudah begitu familiar karena bisa dibaca di koran-koran. Sehingga masyarakat tahu apakah ini berita atau bukan.

Justru bentuk esai ini yang masih membuat orang bingung. Karena selain esai, bertebaran istilah-istilah seperti artikel, opini, dan sejenisnya.

Definisi esai

Definisi esai bisa dibaca pada KBBI, namun sebelum kesana, mari kita ingat kembali pertama kali istilah esai kita dengar, yaitu pada soal ujian sekolah.

Setidaknya ada 3 jenis soal ujian, yaitu pilihan ganda, jawaban singkat, dan esai/uraian.
Sebenarnya istilah esai itu sudah lama kita kenal, yaitu menuliskan atau mengungkapkan sesuatu sepintas dari sudut pandang penulisnya.

Jadi soal esai itu melatih kemampuan intelektual siswa, sebab siswa harus mengungkapkan sesuatu dari sudut pandang mereka.

Sayangnya, yang terjadi justru tidak demikian. Banyak soal uraian/esai justru hanya tempat "menempel" ingatan yang didapat dari buku.

Opini dan Artikel

Lalu apakah opini masuk esai? Opini dalam koran, majalah, atau media online hanya nama rubrik. Bukan bentuk tulisan.

Sehingga opini adalah esai itu sendiri, karena menulis suatu subyek atau masalah dari sudut pandang penulisnya.

Begitupun dengan artikel. Mulanya artikel adalah sebutan untuk isi majalah atau tabloid. Artikel sendiri bukan bentuk tulisan, sebagaimana opini, hanya untuk menamai tulisan yang masuk di dalam majalah atau tabloid.

Artikel bisa berbentuk esai, bisa juga berita.

Esai dan Berita

Salah satu perbedaan esai dengan berita, adalah pada subyektifitas tulisan. Esai lebih subyektif, sementara berita tidak boleh. Subyektif yang dimaksud adalah adanya opini, penilaian, dan kesan dari penulisnya.

Berita hanya menuliskan berdasar fakta yang ditemukan. Tidak ada sudut pandang penulis yang disampaikan. Bahasanya pun lugas, tidak berbelit, sehingga mudah dipahami.

Sementara esai bisa menggunakan gaya bahasa yang bermacam-macam. Bisa lugas, ilmiah, atau puitik. Selengkapnya nanti akan kita bahas dalam tulisan yang khusus membahas esai.

Blitar, 18 Desember 2018
Ahmad Fahrizal Aziz